Seorang gadis terlihat berjalan bahagia
di sepanjang jalan pada malam yang cerah. Ia melihat ke sekelilingnya dengan
senyum ceria. Ia berharap hal aneh itu tidak akan muncul lagi ketika ia sedang
merasakan kebahagiaan dalam hidupnya saat ini. Hal aneh yang dianggap dirinya
gila oleh orang lain. Baru saja ia mengatakan di dalam hatinya, hal aneh itu
secara tiba-tiba muncul kembali setelah satu tahun berlalu ia menjalankan
rehabilitasi pada kejiwaannya.
Ia
merasakan sakit kepala yang luar biasa. Ia terhenti dari langkah kakinya dan
memegang kepalanya erat-erat menahan rasa sakit yang dirasakannya. Ia berteriak
sehingga membuat orang-orang yang berjalan melewatinya merasa terkejut dan
menganggap bahwa dirinya tidak waras. Mereka pun menjauh dan hanya menyaksikan
gadis muda itu berteriak kesakitan. Seketika ia kembali sadar dan segera
berlari menuju persimpangan lampu merah Seoul. Sesampainya disana ia tidak
melihat kejadian apa-apa.
“Kau ini kenapa? Apa kau benar-benar
sudah gila?” gadis itu memaki dirinya sendiri sambil memukuli kepalanya. “Na molla. Aku tidak ingin tahu lagi
tentang apa yang terjadi di masa depan.”
Gadis itu pun berniat
untuk pergi dari tempat tersebut. Namun tiba-tiba terdengar suara bunyi klakson
mobil berulang-ulang yang membuat kepergiannya terhalang. Dan…. DDUAARR!! Suara
tabrakan terdengar sangat kencang. Gadis itu berbalik arah dan melihat
peristiwa kecelakaan itu dengan kedua matanya, persis seperti apa yang ia lihat
dalam bayangannya ketika rasa sakit itu muncul.
=========
(Menghela
napas) “Setelah satu tahun aku terbebas
dari hal aneh itu, sekarang ia kembali. Keajaiban itu muncul lagi dalam diriku.
Keajaiban yang membuat orang-orang menganggap ku gila hingga tak percaya apa
yang ku bicarakan. Sungguh menyebalkan mempunyai kekuatan seperti ini. Aku
harus melihat apa yang tak seharusnya ku lihat. Tidak ada nasib baik yang mampu
kulihat, selalu nasib buruk yang ku tembus. Mengetahui takdir seseorang sangat
tidak kusukai. Entah aku harus memberitahunya atau mengabaikannya. Aku juga
tidak mengerti mengapa Tuhan memberiku keajaiban ini. Kenapa kekuatan ini
datang kembali padaku? Apa mungkin ini menjadi takdir yang tak bisa dihilangkan
dari diriku, Bae Suzy?”
===========
Polisi
pun mulai berdatangan. Aku masih berdiri di seberang jalan traffic light. Aku
hanya menatap tanpa berkedip sekali pun. Ini mengingatkanku kembali pada
peristiwa satu tahun silam. Peristiwa tragis yang menyebabkan aku kehilangan
kedua orang tuaku serta adikku. Saat ku sedang memikirkan peristiwa itu, aku
melihat tangan tergoyah lemas dari dalam mobil. Petugas pun tidak melihat itu.
Aku berteriak memanggil nya namun petugas itu mengatakan biarkan pihak mereka
yang mengurusnya. Namun aku tidak tahan karena laki-laki itu terus berteriak
minta tolong karena kesakitan. Melanggar aturan, aku segera berlari menghampiri
korban melewati garis batas kepolisian. Ternyata benar, laki-laki itu menahan
besi dengan tangannya agar tidak mengenai kepalanya. Aku berusaha menyingkirkan
besi-besi tersebut namun sangat sulit jika hanya seorang diri apalagi aku
adalah wanita. Akhirnya petugas itu melihat dan datang mengevakuasi korban itu.
Akhirnya ia berhasil dikeluarkan dan segera dilarikan ke rumah sakit untuk
mendapatkan perawatan.
“Kerja
yang bagus Suzy-ah.” kataku bangga kepada diriku sendiri sambil mengelus-elus
rambutku.
Aku
melanjutkan perjalananku untuk kembali kerumah setelah tertunda akibat takdir
itu. Aku berjalan sambil meminum cola yang sempat ku beli di tengah jalan. Aku
berhenti dan menunggu di pemberhentian bus. Akhirnya bus pun yang mengarah ke
rumah ku datang. Aku berbaris menunggu giliranku untuk naik. Nasibnya, aku
merasakan pusing pada kepalaku lagi dan melihat bayangan akan ada spanduk yang
jatuh dan menimpa seseorang. Semua penumpang sudah di dalam bus dan sekarang
giliranku untuk naik namun aku masih di luar sambil berpegangan pada badan bus.
“Agassi,
kau jadi naik tidak?” teriak Ajhussi (supir
bus). Aku mengabaikannya. Aku melihat sekeliling. Dan ternyata di arah kiriku
terlihat seorang laki-laki muda tengah berdiri dan tepat di belakangnya terdapat
sebuah spanduk besi besar.
“Mungkinkah…. Dia….?” gumamku. Tak lama
aku melihat spanduk itu mulai bergoyang-goyang, menandakan sebentar lagi akan
jatuh dan menimpa laki-laki yang sedang berdiri itu. Dan benar saja spanduk itu
terlepas. Aku terkejut dan berteriak kepada laki-laki itu untuk menjauh tapi
dihiraukan.
DUUAARRRRR…..!
Spanduk
itu jatuh ke tanah. Untungnya aku berhasil menyelamatkan laki-laki muda itu
sambil beguling-guling bersama ke permukaan tanah. Kami berdua tergeletak. Tapi
yang terjadi adalah;
“Apa yang kau lakukan? Kau gila ya?” teriak laki-laki itu.
Membuatku sedikit terkejut.
“Apa yang kau lakukan? (tanyaku heran). Kami berdua segera
bangun.
“Mengapa kau mendorongku? Bagaimana kalau aku terluka?” katanya.
“Hei, apa kau tidak lihat? Kau hampir saja lebih terluka jika
aku tidak mendorongmu.” kataku juga marah sambil menunjuk spanduk jatuh itu.
“Kau bisa saja hanya dengan meneriakiku. Aku bisa menjauh
sendiri.” sangkalnya.
“Apa
kau pikun? Kau memakai headset. Aku sudah… Agh (teriak lenganku kesakitan)
meneriakimu untuk menjauh tapi kau diam saja.” jawabku. “Ah, bukannya berterima
kasih malah membuatku kesal.” tambah gumamku pelan.
Tak lama kemudian, dua mobil sedan mewah
berwarna hitam berhenti di pinggir jalan tepat kami berdua berdiri. Tidak hanya
satu, sekitar tujuh orang lalu-lalang keluar dari dalam mobil dengan berpakaian
jas hitam lengkap dipadu dengan pendengar suara di telinganya masing-masing.
Melihat itu aku terkejut dan betanya-tanya apa yang terjadi. Apakah mereka
penagih hutang? Orang-orang ini seperti yang di film-film action dengan tubuh
berotot serta wajahnya yang garang.
“Maafkan saya Tuan Kim Myungsoo. Gwaenchanh-assmika?” kata salah satu dari mereka.
“Oh,
gwaenchanh-a. Ayo pergi.” jawab
laki-laki muda itu. Kemudian ia masuk ke dalam mobil dan tanpa berkata apapun.
MENINGGALKANKU!
“Apa-apaan ini? Apa maksudnya? Tuan Kim
Myungsoo? Apa dia seorang chaebol?
Omo, tidak bisa dipercaya. Dan sekarang dia meninggalkanku sendiri? Tanpa
berkata apapun? Aisshhh…” gumamku. “Oyy…” teriakku berusaha menghampiri
laki-laki itu namun ditahan oleh para pria jas hitam itu.
“Menyebalkan
sekali. Beginikah caranya dia berterima kasih setelah aku menyelamatkan
nyawanya? Tahu gitu, biarkan saja dia…. Aughhh! (bicara cepat dengan nada
kesal) Bagaimana aku pulang sekarang? Itu tadi bus terakhir. Aahh sial sekali
aku hari ini.” kataku menendang-nendang kaki tanpa benda.
***
Sesampainya
dirumah, aku langsung merebahkan tubuhku di atas kasur. Aku merasa sangat lelah
untuk hari ini. Tidak hanya lelah karena kerja paruh waktu tetapi juga harus
menyaksikan peristiwa yang menjijikan hari ini. Aku menghela napas dalam-dalam
untuk meringankan pernapasan ku.
“Ouchh, sakit.” ucapku sambil memegang
lengan kananku yang terasa sakit sehabis terguling-guling tadi yang ternyata
meninggalkan luka. Aku segera mengobatinya. Pada saat ku sedang menyembuhkan
lukaku tiba-tiba;
“Eonnie.. Suzy
oennie.” teriak Soojung memanggilku.
“Kenapa?” balasku.
“Kemarilah.
Palli-palli.” teriaknya lagi.
Aku
langsung keluar dari kamarku dan menghampirinya yang sedang menonton televisi.
“Ada apa?” tanyaku.
“Lihatlah eonnie. Apakah itu kamu?” kata Soojung sambil
menunjuk berita yang tengah disiarkan. Berita itu memberitakan runtuhnya
spanduk besi yang menimpaku beberapa waktu lalu. Dalam tayangannya, aku melihat
diriku ada di dalam siaran.
“Kapan mereka mengambil gambar itu?” gumamku.
“Jadi itu benar kau eonnie? Wah daebak. Kamu menyelamatkan seorang anak chaebol. Anak dari pemilik
perusahaan tambang terbesar di Seoul.” tambahnya.
“Chaebol katamu? Laki-laki itu? Pantas saja dia bersifat
manja dan tidak sopan seperti itu.” kataku kesal menatap televise,
“Ngomong-ngomong, Soojung-ah kenapa kamu bisa ada disini?” tambahku.
“Ahh, tadi aku mengantarkan makanan untukmu dari Eomma.”
jawabnya.
“Lain kali jangan masuk ke dalam rumah orang
jika pemiliknya tidak ada.” kataku memberi pesan dan segera masuk ke dalam
kamar.
Yap!
Soojung adalah Yoedongsaeng. Jung
Soojung. Seseorang yang sudah ku anggap seperti adik kandungku sendiri.
Semenjak aku kehilangan sanak keluargaku, aku diasuh oleh keluarganya. Mereka
adalah keluarga yang ku punya saat ini dan kami tinggal bersebelahan.
***
Keesokan harinya, aku bangun dari
tidurku. Masih dalam keadaan terluka, aku bersiap-siap untuk berangkat ke
sekolah. Saat ini aku menginjak semester akhir dan akan segera menempuh ujian.
Aku berangkat bersama Soojung yang kebetulan kami berdua satu sekolah. Tapi dia
adalah hoobae. Kita naik bus untuk
sampai di sekolah. Setibanya disana aku langsung masuk ke kelas dan duduk di
kursiku pada barisan kedua dari depan.
“Hei. Hei. Suzy-ah.” kata teman-temanku yang langsung
mengerumuniku ketika aku datang.
“K….Kenapa?” jawabku terbata-bata.
“Apa itu benar kau yang menyelamatkan pangeran tampan?”
“Pangeran tampan? Maksudmu?” jawabku heran.
“Kau tidak tahu? Namamu menjadi terkenal di SNS setelah
menyelamatkan laki-laki itu. Dan hebatnya lagi, dia adalah anak dari
konglomerat di Seoul. Bukan hanya chaebol dia juga seorang model terkenal di
Amerika. Wah, daebak beruntungnya kau
bisa bertemu dengannya.” katanya dengan nada genit.
“Model
apanya.” kataku yang malas mendengarkan lanjutan dari ceritanya.
Tiba-tiba salah seorang namja masuk ke kelas sambil berteriak
“Dia datang. Dia disini. Palli-palli.”
Mengajak rekan-rekannya keluar untuk melihat seseorang yang datang. Aku pun
ikut penasaran dan mengikuti mereka. Ketika di lorong sekolah, sudah banyak
dari mereka yang mengerumuni jalan dan secara perlahan meminggirkan diri mereka
ke samping seperti ingin memberi jalan kepada seseorang yang akan lewat.
Tinggal aku seorang yang masih berdiri di tengah jalan. Teman-temanku
memberitahuku untuk minggir tapi aku abaikan.
Tiba-tiba, seseorang sudah berdiri di depanku.
Dari sepatu yang kulihat dia pasti seorang laki-laki. Aku menatapnya dari bawah
perlahan menuju ke atas. Pas tepat melihat wajahnya, aku terdiam melotot karena
tersihir oleh aura ketampanannya yang luar biasa mengalihkanku. Namun,
pandangan itu semakin lama memudar. Wajah yang ku lihat ini seperti tidak
asing. Seperti aku pernah melihatnya.
“Aku ingat. Kauuuu!!!!” teriakku sambil menunjuk ke arahnya.
Teman-teman yang melihat tingkahku berteriak kaget.
“Singkirkan tanganmu!” katanya sambil menurunkan tanganku.
“Kau, kau kesini untuk bertemu denganku kan? Ah, apakah kau
sudah sadar ada sesuatu yang tertinggal untuk kau ucapkan padaku?” kataku
tersenyum genit.
(Laki-laki
itu memasang wajah sok keren) “Minggir!” dia mendorongku ke samping dan
mengabaikanku begitu saja.
Emosionalku
seketika memuncak dengan perlakuan dia terhadapku. Aku pun memanggilnya dengan
tidak sopan. Tapi tetap diabaikan.
“Wah, lihat kesombongannya. Menyebalkan sekali. Dasar anak
manja. Kenapa aku harus bertemu lagi dengannya.” gumamku.
“Yaa! (Hei) Bae Suzy. Beraninya kau berbicara begitu tentang
Myungsoo oppa.”
“Hah? Oppa? (nada meledek) Hah, bisa
gila aku lama-lama.” kataku segera pergi.
***
Aku kembali kekelas. Pelajaran pun akan
segera dimulai. Seonsaengnim masuk ke
dalam kelas sambil membawa buku yang akan diajarkan di tangannya. Namun,
seluruh siswa di kelas masih membicarakan kedatangan anak baru laki-laki itu.
Aku merasa muak dengan panggilan mereka yang terus memanggilnya Oppa…. Oppaa….
Aku yang mendengar kalimat itu sangat
risih. “Oppa apanya? Dia lebih tua dari kita? Dipanggil Oppa? Bukankah
seharusnya sudah kuliah jika ia dipanggil oppa. Lalu kenapa dia disini? Aneh.”
gumamku.
***
Seusai sekolah, seperti biasa aku pulang
menggunakan bus. Kali ini aku pulang bersama Soojung. Untungnya hari ini aku
libur dari pekerjaan paruh waktukku….. Yaps! Aku memiliki banyak sekali
pekerjaan untuk menghidupi kehidupanku sendiri. Mulai dari, bekerja di restoran
sebagai pelayan, pengantar pesanan ayam, bahkan menjadi pengurus anak kecil.
Ada pepatah yang mengatakan aku hidup untuk
menghasilkan uang, atau aku menghasilkan uang untuk hidup. Aku tidak ingin
selalu bergantung pada orang lain.
==========
Aku
dan Soojung hampir tiba di halte bus, namun karena bus telah tiba lebih dulu mengharuskan
kita berlarian untuk sampai disana sebab kita tidak ingin menunggu kedatangan
bus selanjutnya. Itu melelahkan! Akhirnya, kita mampu menaiki bus dengan tawa
canda. Sayangnya, kita berdua tidak kedapatan kursi di dalam bus, alhasil kita harus
berdiri sampai pemberhentian selanjutnya. Berlarian mengejar bus sudah sering
kita alami. Hal ini sangat menyenangkan dan membuat kita berdua semakin dekat.
Aku menatap ke arah luar jendela. Tiba-tiba aku teringat oleh keluargaku yang
sudah berada di langit. Aku menatap langit sambil berkata, “Eomma, Appa, kalian
bahagia? Saat ini aku sedang bahagia.”
Namun,
tiba-tiba aku merasakan pusing pada kepalaku. Aku berusaha menahannya dengan
kedua tanganku dan mencoba menggoyang-goyangkan kepalaku untuk menghilangkan
rasa sakit itu.
“Eonnie, ada apa?” tanya Soojung “Apakah sakit kepalamu
kambuh lagi?”
(Aku
mengabaikan pertanyaan Soojung).
Lalu,
aku memencet tombol pemberhentian. Aku pun turun dan Soojung mengikutiku.
Sepanjang jalan, Soojung hanya menanyakan hal yang sama.
“Eonnie, gwaenchanha? Eonnie…”
Pertanyaan
Soojung aku tidak jawab karena jika aku menjawab aku hanya menerima jawaban
tidak mungkin, aneh atau bahkan gila. Selama ini, Soojung hanya mengetahui
kalau aku memiliki penyakit Vertigo. Teralu sering aku merasakan keadaan dimana
kepalaku terus berputar, aku mengatakan padanya bahwa aku mengalami penyakit
sejenis vertigo. Sikapku yang tiba-tiba pergi membuat Soojung khawatir. Tak
lama, aku tiba di persimpangan lampu merah. Aku melihat Kim Myungsoo sedang
jalan menyebrang. Namun tiba-tiba ia berhenti di tengah jalan.
“Apa yang sedang dia lakukan berhenti di tengah jalan?”
gumamku.
“Oh,
Eonnie, lihatlah ada truk!” Soojung memberitahuku bahwa traffic light dari arah
lain sudah hijau dan traffic light yang menunjukkan orang berjalan sudah merah
dari arahku dan itu tandanya tepat Myungsoo sedang berdiri. Truk tersebut
berulang kali membunyikan klakson untuk memberi tanda agar Myungsoo segera
menjauh. Tapi dia tetap diam. Truk itu semakin dekat……………….
“Eonnieeeee…..”
teriak Soojung.
==========
Aku
tergeletak lemas bersama Myungsoo. Untunglah dia selamat lagi setelah aku
berlari menyelamatkannya.
“Eonnie, gwaenchanh-ayo? Eonnie.” Soojung meneriakku tepat
disampingku.
(Aku pun membuka mataku dan segera
bangkit)
PLAAKK!
(Aku
menampar Myungsoo keras).
“Hei, Kim Myungsoo kau mau mati?” teriakku. “Apakah kau tidak
capek menyusahkan ku seperti ini?”
“Apa? Yaa! seharusnya kau. Apakah kau tidak lelah
menggangguku setiap kali bertemu? Aku selalu sial semenjak bertemu denganmu.”
jawabnya.
“Apa katamu? (aku tertawa kecil) Kim Myungsoo kau ini, bisa
tidak berhenti melibatkanku dalam nasib burukmu. Hoh?” kataku dengan nada
lemas.
“Justru kau yang membuat nasib buruk itu.” jawab Myungsoo.
Myungsoo memperlihatkan wajah khawatir, “Hei, ada apa? Kenapa wajahmu pucat
begitu?” kata Myungsoo lagi melihat wajahku pucat.
“Suzy
eonnie, kamu baik-baik saja? Eonnie..” tambah Soojung.
***
Di
rumah sakit, Soojung dan Myungsoo menunggu di luar ruangan unit gawat darurat.
Tak lama kemudian, dokter yang menangani keluar dari ruangan. Segera Soojung
menanyai keadaan Eonnie-nya itu.
“Gwaenchana-assmida, dia akan segera sadar. Dia hanya syock.”
jelas dokter.
(Soojung dan Myungsoo
menghela napas)
“Syukurlah
eonnie.” kata Soojung. “Myungsoo oppa, aku akan mengurus administrasi dulu.
Tolong jaga eonnie sebentar.”
Myungsoo
masuk ke ruangan Suzy. Dia membuka pintunya perlahan. Ia berdiri disampingnya
dan menatap wajahnya. Menatap ke seluruh tubuhnya dan matanya berhenti karena
melihat luka di tangan Suzy. Kemudian dia teringat kejadian spanduk waktu itu.
“Wanita gila.” gumamnya.
Ia
mencoba menyentuh bagian luka Suzy. Namun niat itu diurungkan setelah mendengar
Suzy menginggau dengan menyebut “Eomma, Appa.”
“Kau
sudah sadar?” tanya Myungsoo lebih mendekatkan diri pada Suzy.
==========
Aku
perlahan membuka mataku. Aku menyadari kehadiran Myungsoo disisiku.
“Kau, bagaimana bisa….” kataku berbicara walaupun masih
merasakan lemas ditubuhku.
“Bodoh, bagaimana bisa kau melakukan tindakan bodoh seperti
itu. Apakah kau yang ingin mati?” jawab Myungsoo.
“Kenapa?”
“Aku tidak ingin kau terluka lagi, Bae Suzy.” jawab Myungsoo
yang membuat suasana itu menjadi canggung.
(Aku menyeringai) “Yaa! Kenapa kau jadi seperti ini?” jawabku
mencairkan suasana. Aku berusaha untuk bangun dari tempat tidur ini tapi malah
membuatku tambah lebih sakit lagi.
“Kau
ini keras kepala sekali. Dokter bilang kau jangan banyak bergerak.” Myungsoo
mengomel.
Aku
yang melihat tingkah laku Myungsoo yang sangat memperdulikanku, tidak merasakan
kesenangan sama sekali dalam diriku. Justru kebaikannya padaku membuatku risih
dan memikirkan hal-hal negative tentang dirinya.
(Soojung masuk ke dalam kamar).
“Eoonie, kamu baik-baik saja?” tanyanya cemas.
“Oh. Tapi Soojung-ah, kenapa aku bisa disini?” tanyaku.
“Ah, kamu pingsan setelah menyelamatkan Myungsoo oppa. Dia
membawamu kemari setelah menghubungi para pengawalnya. Haha, wah daebak kalau
aku mengingat-ingat itu lagi.” jawab Soojung agresif.
“Hei. Hentikan!” kataku memotongnya.
“Mian-e,
eonnie.”
Tak
sampai disitu, Myungsoo pun ikut berbicara. Dia mengatakan kalau aku juga
menampar dirinya dan mengiler di pundaknya. Walaupun hanya bercandaan,
perbincangan itu membuatku merasa nyaman dan lebih baik, karena pada akhirnya
aku bisa tertawa lagi. Suasana kecemasan itu tergantikan oleh canda tawa di
dalam ruangan. Dan yang terpenting akibat dari peristiwa ini aku menjadi dekat
dengan Kim Myungsoo.
==========
Setelah
tiga hari aku berada dirumah sakit, akhirnya aku diperbolehkan pulang oleh
dokter. Kim Myungsoo dan Soojung menjemputku. Myungsoo membantuku berjalan dan
Soojung membawakan tas ku. Ketika di lobbi rumah sakit, aku melihat beberapa
orang berpakaian jas yang berbaris rapi seperti menunggu kedatangan seseorang.
“Kim Myungsoo, apa mereka semua orangmu?” tanyaku.
“Bukan.”
jawabnya.
Tak
lama kemudian, beberapa orang keluar dari lift. Terlihat seorang laki-laki
duduk di kursi roda dan didampingi oleh sebagian para pria jas itu.
“Jadi mereka itu menunggu mereka.” kata Soojung.
“Oh, bukankah itu Ahn Jae
Hyun?” kata Myungsoo menebak.
“Kau mengenalnya?”
tanyaku.
“Hm,
Ahn Jaehyun!” teriak Myungsoo. Ia segera mempercepat langkah kakinya yang
sambil memegangiku untuk menghampiri laki-laki di kursi roda itu.
(Sesampai
dihadapannya);
“Ahn Jaehyun, apa yang terjadi denganmu? Kenapa kau..?” tanya
Myungsoo khawatir.
“Annyeong Kim Myungsoo, kau sudah kembali
ke Korea? Bagaimana kabarmu? Ah, ini. Aku hanya mengalami kecelakaan kecil
saja.” balas laki-laki itu.
Aku
hanya bisa melihat percakapan mereka dan tak mengerti apapun tentang hubungan
mereka berdua. Tapi semakin melihat Ahn Jae Hyun, seperti aku pernah mendengar
suaranya. Tapi dimana? Pikirku. Lalu, Kim Myungsoo memperkenalkanku dan Soojung
kepada kerabatnya itu.
“Kita bertemu lagi.” kata Ahn Jaehyun mengarah padaku. Itu
membuatku kaget dan membuat ku berpikir apakah kita pernah bertemu sebelumnya?
“Kau mengenalnya?” tanya Myungsoo.
“Entahlah. Aku mengenalnya atau tidak mengenalnya.” jawab
Jaehyun yang membuat kita semua bingung dengan jawabannya.
“Ngomong-ngomong, apakah kau mendengar kabar tentang Yeri? Kapan
ia balik ke Korea?” tanya Myungsoo pada Jaehyun.
“Tidak.” jawab Jaehyun singkat sembari pamit untuk segera pergi
lebih dulu.
“Hati-hati
Ahn Jaehyun. Aku akan segera mengunjungimu.” teriak Myungsoo.
Lalu,
Myungsoo mengajak kami untuk pergi juga, namun aku masih terfokus pada
perkataan Jaehyun <kita bertemu lagi> Dia membuat ku penasaran siapa dia
bisa mengenalku? Setelah Soojung memanggil namaku aku baru tersadar. Dan kita
segera pergi.
====== Next To Book =======