Monday 17 August 2015

(CERBUNG) 31 DAYS 7 Xtion Part One


Di Sebuah ruangan berisolasi, dilengkapi dengan alat-alat teknologi canggih, mengharuskan seorang pria duduk di kursi yang sudah tersambung dengan alat-alat hipnoterapi di kepalanya serta tangannya. Seorang professor yang menangani dirinya mengatakan;
            “Apa yang terlihat di masa lalu mu?”
       “Aku melihat seorang… gadis cantik… berambut panjang… mempunyai body yang lengkung.. wah cantik sekali.” jawab laki-laki itu sambil tersenyum.
            (Professor keheranan) “Apa?”
        “Aku masuk bersama dia kesebuah hotel dan membelai rambutnya kemudian….” Laki-laki itu menambahkan namun perkataannya di potong oleh professor.
            “Dion… Hei hei bangun kau.. Aahh percuma saja ku membuat alat secanggih ini untuk membantu mu membuka masa lalu.” Jelas professor.
            (Dion membuka mata dan tertawa kecil) “Prof, sudah ku bilang cara seperti ini tidak akan berhasil. Lagi pula masa lalu ku tidak bagus-bagus amat. Buat apa di ingat kembali.” Dion menjawab.
Dion pun melepaskan alat-alat yang tertempel pada tubuhnya. Bangun dari kursi nya dan segera pergi meninggalkan professor. Dion mengemudi mobilnya dengan laju kecepatan sangat tinggi. Hingga pada akhirnya ia menabrak seseorang yang melintas tepat di depannya. Membuatnya terhenti dan keluar dari dalam mobilnya.
            “Apa kau tidak melihat mobilku sedang melaju kencang?” Dion emosi.
            “Hei, kau lihat tidak (menunjuk traffic light) lampu merah.. lampu merah.. Anda yang salah.” kata sang gadis yang masih terduduk di aspal.
            “Aahh…” Dion kesal dan menendang ban mobil.
            (Tiba-tiba lampu berubah menjadi hijau)
        “Hijau.. minggir minggir. Kau menghalangi jalanku.” Dion memasuki mobil dan membunyikan klakson karena sang gadis masih menghalangi jalannya.
            “Minggir.. ah gadis gila.”
            “Tidak mau.” kata sang gadis.
Akhirnya Dion pun mengambil tindakan yang cukup ekstrim dengan menginjak gas dengan kecepatan tinggi dan membuat sang gadis mundur dengan sendirinya karena takut tertabrak lagi dengan luka yang lebih parah.
            “Laki-laki sedeng.” kata Dina kesal sambil melemparkan tinju tangannya.
***
Di sebuah kantor kepolisian bagian detektif, terlihat orang-orang bekerja sangat sibuk mengurusi kasus-kasus yang sedang mereka tangani. Ternyata mereka baru mendapatkan informasi bahwa ada kejahatan pembunuhan di Sungai Barnei yang menewaskan satu orang pria separuh baya. Ketika mereka sedang berdiskusi tindakan apa yang akan mereka rencanakan, tiba-tiba Dina datang dengan napas terengas-engas akibat berlarian.
            “Hei kau, beraninya kau datang terlambat dengan situasi yang sedang genting seperti ini.” omel Frans sebagai ketua tim.
            “Maafkan saya. Saya minta maaf. Tadi saya….” Dina enggan melanjutkan pembicaraannya.
            “Tadi apa?” kata Frans.
            (Rafi melihat luka yang ada di lengan Dina) “Din, lenganmu kenapa?” tanyanya.
            “Hah? Oh tidak apa-apa. Hanya luka biasa.” jawab Dina.
            “Sudah.. sudah.. sekarang kita fokus dengan rencana yang sudah kita tetapkan untuk menangkap pelakunya.” Ketua Tim menjelaskan.
            “Ini foto korban.” Ketua Tim menambahkan.
Mereka pun melihatnya. Ketika mereka sedang melihat foto korban, tiba-tiba Dina melihat sebuah tanda/sayatan yang berada di lehernya. Sebuah symbol berbentuk huruf X. Setelah melihat symbol tersebut, Dina segera pergi menuju lokasi korban ditemukan. Rekan kerja nya pun kaget dan segera mengejar Dina yang pergi begitu saja tanpa mengatakan sepatah katapun.
            “Benar-benar sudah tidak waras gadis ini.” kata Ketua Tim.
Dina mengendarai mobilnya dan diikuti oleh rekan kerjanya di belakangnya sambil meneriaki Dina untuk berhenti. Namun Dina mengabaikan perkataan seniornya tersebut. Terjadilah aksi kejar-kejaran di antara mereka. Sesampainya di lokasi kejadian, Dina langsung mendekati korban dan melihat lehernya untuk memastikan apakah benar ada symbol yang ia lihat di foto sebelumnya. Ternyata benar memang ada nyatanya. Dina pun kaget setelah melihat symbol tersebut, dan seniornya yang sudah berada di belakangnya bertanya-tanya ada apa dengannya?
Dina teringat masa lalu, bahwa ia pernah menyimpan sebuah gelang bertali dengan huruf X.  Benda itu ia temukan tergeletak tepat di samping korban saat menangani kasus yang sama dan terdapat symbol di lehernya. Di lokasi kejadian, Dina pun melihat-lihat di sekitarnya dengan perasaan takut.
            “Ada apa?” kata Rafi.
            “Tidak. Tidak apa-apa.” jawabnya dan segera menyuruh tim forensic membawa korban ke pusat penelitian untuk di otopsi.
***
Di ruang kantor Direktur, terlihat seorang pemuda laki-laki sedang menandatangani berkas-berkas miliknya. Tak lain ia adalah Dion. Selesai menandatangani berkas-berkas, sektretaris pun masuk ke dalam ruangan.
            “Hari ini anda memiliki jadwal untuk hipnote….” belom selesai berbicara Dion memotongnya.
            “Stop! (menghela napas) tidak ada yang lain?” tanyanya.
            “Tidak ada Pak.”
            “Oke. Kau boleh pergi.” Dion menyuruh.
            “Baik pak (merunduk).”
Dion membuka laci mejanya untuk menaruh sebuah kunci. Ketika laci itu terbuka, di dalam laci tersebut terdapat sebuah buku berwarna coklat dengan huruf X. Lekas Dion menutupnya kembali dan segera berjalan keluar dari ruang kantornya.
***
Di ruang otopsi, Dina diam berdiri melihat proses pengotopsian dari luar yang dibatasi dengan tembok kaca yang besar. Disitu Dina berpikir ada apa dengan huruf X? Apakah mungkin sayatan X itu sengaja ditinggalkan oleh pelaku agar pihak kepolisian mencarinya lebih mudah? Tapi buat apa dia membunuh orang dengan meninggalkan jejak seperti itu? Ini seperti sedang mempermainkan kita! Siapa Mr. X itu?
Ketika sedang berpikir, seniornya pun datang.
            “Bagaimana? Apakah sudah ada hasil?” kata Ketua Tim.
            “Belum.” jawabnya.
            “Hei, tadi kau ini kenapa? Apa yang salah denganmu? Kejar-kejaran di jalan raya, kita sudah seperti berada di balapan sirquit. Hahaha.” kata Gosa sambil tertawa dengan gaya koyolnya. Dan langsung terdiam ketika Ketua Tim menatapinya.
            “Maaf.” kata Gosa.
            “Hm Ketua Tim, apakah kau punya catatan tentang korban pembunuhan?” tanya Dina.
            “Ada. Kenapa?” tanyanya.
            “Bisakah ku melihatnya?”
            “Untuk apa?”
            “Untuk.. hm.. Hanya ku ingin melihat saja. Untuk mempelajari kasus ini pasti memiliki kemiripan hampir sama dengan kasus yang lalu.” jelasnya.
Ketua Tim pun mengeluarkan sebuah buku besar yang berisikan data-data korban pembunuhan. Dina, Gosa, Rafi serta Frans melihat data-data tersebut secara rinci. Satu persatu lembar data di buka. Ketika lembar ke 21, Dina memberhentikannya.
            “Kenapa kau memberhentikannya?” kata Gosa yang berusaha untuk melanjutkannya tapi ditahan oleh Dina.
Ternyata Dina melihat foto korban yang memiliki tanda X di lehernya dan melihat data tersebut korban telah meninggal pada 31 Maret 2015.
            “31 Maret 2015?” kata Dina bersuara kecil.
Kemudian Dina melanjutkan membuka lembar data selanjutnya. Ketika itu ia berhenti lagi dan melihat korban dengan sayatan yang sama. Meninggal pada 04 April 2015. Kemudian melanjutkannya lagi dengan meletakkan buku tersebut berada di hadapannya, tidak memperdulikan seniornya yang sedang melihatnya bersama-sama. Dina pun melihat tanda yang sama pada korban yang berbeda, meninggal pada 08 April 2015. Kemudian tanggal 12 April 2015. Selanjutnya pada tanggal 16 April 2015, dimana tanggal tersebut adalah tanggal korban yang sedang berada di ruang otopsi saat ini.
            “Tidak mungkin.” kata Dina sambil menutup mulutnya dengan tangannya.
            “Ada apa? Hoh?” tanya Ketua Tim panik.
            “Hei, junior ada apa?” kata Gosa.
            “Apakah kau baik-baik saja?” Rafi bertanya.
Kemudian Dina pun menjelaskan kepada mereka;
            “Bisakah kalian lihat tanggal-tanggal pembunuhan yang terjadi secara berturut-turut? 31 Maret 2015, 04 April 2015, 08 April 2015, 12 April 2015 dan sekarang 16 April 2015?” jelas Dina.
            “Ya aku melihatnya. Apa yang salah dengan tanggal itu?” tanya Ketua Tim.
            “Maksudmu tanggal lah yang membunuh mereka? Gitu?” ledek Gosa.
            “Ya.” jawab Dina.
            (Gosa kaget ia berniat hanya meledek saja namun Dina mengiyakan)
            “Maksudmu?” tanya Rafi.
          “Dari setiap tanggal itu. Jika kita hitung, ia memulai aksinya pada akhir maret, kemudian empat hari kemudian ia memulai aksinya kembali, begitu juga seterusnya. Itu tandanya ia melakukan pembunuhan berantai setiap empat hari sekali dimulai pada tanggal 31 maret, tapi sebelum dia melakukan pembunuhan pada tanggal tersebut, berarti ia telah menyiapkan rencananya empat hari yang lalu dan jatuh pada tanggal 28 maret. Dan tepat pada hari ini kita menemukan korban pembunuhan yang terhitung empat hari setelah ia membunuh korban pada tanggal 12 April 2015.” Dina menjelaskan.
            (Senior terdiam mendengar penjelasan Dina)
            “Hei. Bisa saja ini sebuah kebetulan.” kata Rafi.
            “Kau benar.” Lanjut Gosa.
            “Tidak. Menurutku ini tidak sebuah kebetulan. Ini adalah pembunuhan berantai yang telah terencana oleh pelaku.” tegas Dina.
            “Bagaimana kau tahu?” tanya Frans.
            “X. Di semua leher korban terdapat tanda X yang meninggal pada tanggal tersebut.” jelas Dina.
            “Jadi maksud kamu, dia dengan sengaja meninggalkan tanda seperti ini agar kita dengan mudah mencari dia yang entah siapa itu dia?” tanya Rafi.
            “Yap.” kata Dina sambil membunyikan jarinya menandakan bahwa itu benar.
            “Dalam motif apa ia melakukan pembunuhan seperti ini.” Rafi bertanya-tanya.
            “Wah, bagaimana bisa kau sepintar ini. Pasti ini berkat senior mu seperti ku yang membantu mu begitu keras.” kata Gosa.
            (Frans hanya menatap Dina diam)
***
Di sebuah gedung SIMA Group, terlihat pegawai yang bekerja disana sangat kebingungan dan mondar-mandir karena mengetahui bahwa file penting yang dimiliki perusahaan itu telah hilang dan mereka berusaha menemukannya tetapi tidak berhasil ditemukan. Di saat yang bersamaan CEO Dion tiba. Ia mendapat panggilan dari sekretarisnya bahwa file yang berisikan data rencana penjualan dan anggaran akhir tahun ini telah hilang.
            “Bagaimana bisa hilang?” kata Dion panik.
            “Pegawai yang bertugas menjaga ruang penyimpanan juga tidak mengetahui hal ini. Mereka baru menyadari pagi tadi.” jelas Sekretaris Joe.
Mendengar penjelasan itu Dion segera berlari menuju ruang keamanan untuk mengecek CCTV yang terdapat ruang penyimpanan tersebut.
            “Apakah ada yang mencurigakan?” kata Dion berbicara kepada petugas keamanan.
            “Tidak ada pak. Tapi… ada yang aneh.” kata salah satu seorang petugas.
            “Aneh kenapa? Apa maksudmu?” kata Dion kesal.
            “Salah satu CCTV ini sepertinya tidak lengkap. Pada pukul 03:15 sampai 03:50 tiba-tiba menghilang. Sepertinya pelaku sengaja menghapus CCTV dibagian ketika ia sedang mencuri file tersebut.” jelasnya.
            “Maksudmu file itu dicuri?” tanya Sekretaris Joe.
            “Iya.”
            (Dion menghela napas)
            “Segera panggil pegawai yang bertugas di ruang penyimpanan ke ruangan ku.” kata Dion.
            “Baik pak.” Sekretaris Joe menjawab.
Dion segera menuju ke ruang kantornya. Disana ia mengeluarkan semua emosional nya. Vas bunga kesayangannya pun hancur dibanting olehnya. Semua pegawai yang berada di luar mendengar pecahan tersebut itu pun langsung ketakutan melihat bos nya bersikap menakutkan seperti monster. Sekretaris Joe tiba bersama salah satu pegawai yang bertanggung memegang kunci ruang penyimpanan.
            “Apa saja yang kau lakukan sampai tidak becus mengurus satu ruangan saja? Hah? Jawab!” kata Dion marah.
            (Pegawai tegang) “Maafkan saya pak. Tapi saya berani bersumpah kalau bukan saya pelakunya.” Katanya.
            “Sekarang, bukan saatnya kau berkata seperti itu. Apakah kau tahu seberapa penting file itu? File itu masa depan perusahaan ini. Perencanaan bahkan data anggaran pun hilang dicuri oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Apa yang akan kau lakukan dengan itu semua?” Dion kesal.
            “Maafkan saya pak. Maafkan saya.” Katanya sambil merunduk.
            “Hentikan. Saya beri waktu sampai besok pagi surat pengunduran diri anda sudah harus ada di meja saya. Sekretaris Joe segera hubungi kepolisian untuk menyelidiki kasus ini.” Kata Dion.
***
Di tempat yang sepi dan gelap. Pegawai yang baru saja keluar dari ruangan Dion ternyata menemui seorang pria yang berpakaian jas hitam dan pria itu memberikan sebuah amplop kepada pegawai sambil berkata; “Kerja yang bagus. Kau tidak usah khawatir, saya akan bertanggung jawab atas pekerjaanmu”
***
Beberapa orang detektif mendatangi sebuah gedung SIMA atas laporan yang ia terima dengan kasus pencurian. CEO Dion dan Sekretaris Joe yang menyambut kedatangan mereka mengharapkan kerja samanya untuk menyelidiki kasus pencurian ini karena barang yang hilang bukan sekedar barang biasa. Frans, Rafi dan Gosa mengatakan mereka akan berusaha untuk menemukan pelakunya. Di saat pembicaraan sedang serius, tiba-tiba Dina datang sambil berlari dengan napas terengas-engas.
            “Maaf saya telat.” Katanya.
            “Hei junior, apakah kau tiap malam selalu berjaga hantu dirumahmu? Sampai kau tidak punya waktu untuk tidur? Astaga selalu saja.” Gosa berkata.
            “Tak hanya berjaga, aku juga minum-minum dengannya.” Jawab Dina meledek.
            “Isshh…” Gosa kesal dan Rafi tertawa kecil.
Dua mata saling melihat;
            “Kau (sambil menunjuk)” kata Dion dan Dina.
            “Apa yang kau lakukan disini?” kata Dion.
            “Apa yang kau lakukan disini?” kata Dina.
            “Ka, apakah dia penjahatnya? Kalau begitu ayo kita bawa ke kantor saja.” Dian menambahkan sambil menarik-narik baju Dion.
            “Hei hei. Kau menyentuh baju ku (sambil membersihkan dengan tangan). Kau jangan sembarangan bicara ya.” Jawab Dion.
            “Trus apa yang kau lakukan disini? Ah atau jangan-jangan kau menyerahkan diri kepada mereka dengan kasus tabrak lari yang kau lakukan padaku beberapa waktu yang lalu. Iya kan?” Kata Dina teriak.
            (Mereka yang mendengar pernyataan Dina pun terdiam dan menatap Dion tajam)
            (Dion tegang dan melihat wajah sekretarisnya yang juga ikutan melotot ke dirinya namun Dion melototi balik) “Maaf pak.” kata Sekretaris Joe.
            “Hahaha. Tabrak lari? Aku pikir kau salah mengenal orang, mana mungkin aku seperti itu. Hahaha.” Kata Dion sambil memaling-malingkan wajahnya dan membuat mereka berhenti menatap kepadanya.
            “Betul. Mana mungkin orang seperti dia melakukan kejahatan seperti itu.” sambung Gosa.
            “Kalian tidak percaya pada juniormu ini? Luka yang kalian lihat di lenganku itu ulah dia (menunjuk).” Dina Gerang.
            (Semua orang terdiam lagi dan mencurigai Dion, kemudian Dion menarik Dian untuk berbicara empat mata)
            “Apa yang kau bicarakan?” kata Dion.
            “Kenapa? Kau takut? Haha benar kau takut. Kelihatan dari wajahmu sangat ketakutan.” Jawab Dina tertawa geli.
            (Sementara Frans, Rafi, Gosa dan Sekretaris Joe penasaran dan berusaha untuk menguping)
            “Kau mau apa? Uang? Berapa banyak uang aku harus ganti rugi?” tanya Dion.
            (mendengar itu Dina diam sinis) “Apakah orang berduit selalu bertingkah seperti ini? Bahkan uang pun bisa membeli kejahatan yang dia lakukan untuk menutupinya. Luar biasa.” Dian menjawab.
            “Trus kau mau apa?” tanyanya kembali.
            “Permintaan maaf. Aku hanya ingin kau meminta ma…” belum selesai bicaranya, Dian terhenti ketika ia melihat sebuah kalung yang melingkar di leher Dion berbentuk huruf X. Huruf yang sama persis seperti tanda yang selama ini terdapat pada korban pembunuhan.
            “Hei hei.. Kau kenapa?” kata Dion sambil melambaikan tangannya ke wajah Dina yang bengong.
            “Hah? Tidak. Tidak apa-apa. Lupakan saja.” Jawab Dina lekas pergi ke rekan kerjanya berkumpul.
            (Mereka yang menguping berpura-pura sedang mengobrol)
            “Ayo kita pergi ka.” kata Dian sambil berjalan cepat keluar dari gedung perusahaan.
            “Terima kasih kami akan memberi kabar ke kalian.” kata Ketua Tim kepada Sekretaris Joe.
            “Baik. Terima kasih banyak.” Jawabnya.
***
Di perjalanan dalam mobil, Dina berpikir masih tak percaya bahwa kliennya itu memiliki tanda X pada kalungnya. Dia sempat berpikir apakah laki-laki itu pelakunya? Tapi buat apa orang kaya raya membunuh orang? Sangat tidak masuk akal. Senior nya yang melihat sikap Dian sangat takut karena setiap melihat wajahnya, matanya melotot.
            “Hei junior, ada apa? Wajahmu sangat me-menakutkan.” kata Gosa pelan.
            (Ketua Tim melihat Dian dari kaca yang menghubungkan ke arah bangku belakang)
            “Kau baik-baik saja?” sahut Rafi.
            “Tidak mungkin. Tidak mungkin dia. Tapi kenapa…” Dian berbicara sendiri.
            “Apakah dia tidak minum obat semalam?” kata Gosa berbicara kepada Rafi.
            “Apa yang kau lihat dari Pak Dion tadi? Ketika kau sedang berbicara berdua padanya?” Ketua Tim bertanya dan langsung menyadarkan Dian dari pikirannya.
            “Tidak aku tidak lihat apa-apa. Hum Ketua Tim, turunkan aku di depan sana. Mendadak aku punya urusan penting.” katanya.
            “Baiklah.”
            “Hei mau pergi kemana kau? Kita punya pekerjaan penting.” kata Gosa kesal.
            “Aku akan menyusul kalian ke kantor. Tenang saja.” Jawab Dina dan langsung berlari ke arah belakang dari turunnya mobil.
            (Mobil pun jalan kembali dan Ketua Tim melirik kepergian Dina dari kaca spion dengan wajah datar)
            “Lihat jalan ke depan ketua tim.” kata Rafi.
            “Oh ya. Maaf.” Jawabnya.
***
Dina berlari kencang dan masih memikirkan kalung yang dipakai Dion. Ternyata ia kembali ke rumahnya untuk melihat apakah tanda tersebut sama atau tidak seperti jejak pelaku. Ia membuka lemari dan mengambil sebuah gelang bertanda X. Dengan cermat ia mengamati huruf tersebut dan ternyata pemikirannya benar. Tanda tersebut sama seperti jejak pelaku dan kalung yang dikenakan oleh Dion. Dina memasang wajah tak percaya. Tetapi ia tidak boleh mencurigai tanpa bukti yang kuat. Hanya sebuah tanda yang sama yang ia miliki bukan berarti ia pelakunya. Ini hanya sebuah kebetulan. Begitu pikirnya.
***
Di sebuah rumah yang besar, di dalam ruang kerja, Dion sedang duduk termenung sambil memikirkan sikap wanita detektif tadi yang tiba-tiba saja terdiam setelah melihat sesuatu dari dirinya. Dengan cepat tanggap Dion menyadari dan langsung memegang kalung di lehernya itu. Ia segera membuka laci dan mengambil sebuah buku X berwarna coklat itu. Dia pun perlahan membuka buku tersebut. Ternyata buku tersebut berisi daftar orang-orang yang di bunuh dan data tersebut sama seperti data yang dimiliki oleh pihak kepolisian bagian detektif. Pada lembar kertas terakhir ada sebuah tulisan bertuliskan, “Gunakan pedangmu jangan hanya kau sembunyikan. 31 days 7 Xtion.”

            “Apakah dia tahu sesuatu?” gumamnya.

~To Be Contined Part Two~

No comments:

Post a Comment