Di
Sebuah ruangan berisolasi, dilengkapi dengan alat-alat teknologi canggih,
mengharuskan seorang pria duduk di kursi yang sudah tersambung dengan alat-alat hipnoterapi di kepalanya serta tangannya. Seorang professor yang
menangani dirinya mengatakan;
“Apa yang terlihat di masa lalu mu?”
“Aku melihat seorang… gadis cantik…
berambut panjang… mempunyai body yang lengkung.. wah cantik sekali.” jawab
laki-laki itu sambil tersenyum.
(Professor keheranan) “Apa?”
“Aku masuk bersama dia kesebuah
hotel dan membelai rambutnya kemudian….” Laki-laki itu menambahkan namun
perkataannya di potong oleh professor.
“Dion… Hei hei bangun kau.. Aahh
percuma saja ku membuat alat secanggih ini untuk membantu mu membuka masa
lalu.” Jelas professor.
(Dion membuka mata dan tertawa kecil) “Prof, sudah ku
bilang cara seperti ini tidak akan berhasil. Lagi pula masa lalu ku tidak
bagus-bagus amat. Buat apa di ingat kembali.” Dion menjawab.
Dion
pun melepaskan alat-alat yang tertempel pada tubuhnya. Bangun dari kursi nya
dan segera pergi meninggalkan professor. Dion mengemudi mobilnya dengan laju
kecepatan sangat tinggi. Hingga pada akhirnya ia menabrak seseorang yang
melintas tepat di depannya. Membuatnya terhenti dan keluar dari dalam mobilnya.
“Apa kau tidak melihat mobilku
sedang melaju kencang?” Dion emosi.
“Hei, kau lihat tidak (menunjuk
traffic light) lampu merah.. lampu merah.. Anda yang salah.” kata sang gadis
yang masih terduduk di aspal.
“Aahh…” Dion kesal dan menendang ban
mobil.
(Tiba-tiba lampu berubah menjadi
hijau)
“Hijau.. minggir minggir. Kau
menghalangi jalanku.” Dion memasuki mobil dan membunyikan klakson karena sang
gadis masih menghalangi jalannya.
“Minggir.. ah gadis gila.”
“Tidak mau.” kata sang gadis.
Akhirnya
Dion pun mengambil tindakan yang cukup ekstrim dengan menginjak gas dengan
kecepatan tinggi dan membuat sang gadis mundur dengan sendirinya karena takut
tertabrak lagi dengan luka yang lebih parah.
“Laki-laki sedeng.” kata Dina kesal
sambil melemparkan tinju tangannya.
***
Di
sebuah kantor kepolisian bagian detektif, terlihat orang-orang bekerja sangat
sibuk mengurusi kasus-kasus yang sedang mereka tangani. Ternyata mereka baru
mendapatkan informasi bahwa ada kejahatan pembunuhan di Sungai Barnei yang
menewaskan satu orang pria separuh baya. Ketika mereka sedang berdiskusi
tindakan apa yang akan mereka rencanakan, tiba-tiba Dina datang dengan napas
terengas-engas akibat berlarian.
“Hei kau, beraninya kau datang
terlambat dengan situasi yang sedang genting seperti ini.” omel Frans sebagai
ketua tim.
“Maafkan saya. Saya minta maaf. Tadi
saya….” Dina enggan melanjutkan pembicaraannya.
“Tadi apa?” kata Frans.
(Rafi melihat luka yang ada di
lengan Dina) “Din, lenganmu kenapa?” tanyanya.
“Hah? Oh tidak apa-apa. Hanya luka
biasa.” jawab Dina.
“Sudah.. sudah.. sekarang kita fokus
dengan rencana yang sudah kita tetapkan untuk menangkap pelakunya.” Ketua Tim
menjelaskan.
“Ini foto korban.” Ketua Tim menambahkan.
Mereka pun melihatnya. Ketika
mereka sedang melihat foto korban, tiba-tiba Dina melihat sebuah tanda/sayatan yang
berada di lehernya. Sebuah symbol berbentuk huruf X. Setelah melihat symbol
tersebut, Dina segera pergi menuju lokasi korban ditemukan. Rekan kerja nya pun
kaget dan segera mengejar Dina yang pergi begitu saja tanpa mengatakan sepatah
katapun.
“Benar-benar sudah tidak waras gadis ini.” kata Ketua
Tim.
Dina
mengendarai mobilnya dan diikuti oleh rekan kerjanya di belakangnya sambil
meneriaki Dina untuk berhenti. Namun Dina mengabaikan perkataan seniornya tersebut.
Terjadilah aksi kejar-kejaran di antara mereka. Sesampainya di lokasi kejadian,
Dina langsung mendekati korban dan melihat lehernya untuk memastikan apakah
benar ada symbol yang ia lihat di foto sebelumnya. Ternyata benar memang ada
nyatanya. Dina pun kaget setelah melihat symbol tersebut, dan seniornya yang
sudah berada di belakangnya bertanya-tanya ada apa dengannya?
Dina
teringat masa lalu, bahwa ia pernah menyimpan sebuah gelang bertali dengan
huruf X. Benda itu ia temukan tergeletak
tepat di samping korban saat menangani kasus yang sama dan terdapat symbol di
lehernya. Di lokasi kejadian, Dina pun melihat-lihat di sekitarnya dengan
perasaan takut.
“Ada apa?” kata Rafi.
“Tidak. Tidak apa-apa.” jawabnya dan
segera menyuruh tim forensic membawa korban ke pusat penelitian untuk di
otopsi.
***
Di
ruang kantor Direktur, terlihat seorang pemuda laki-laki sedang menandatangani
berkas-berkas miliknya. Tak lain ia adalah Dion. Selesai menandatangani
berkas-berkas, sektretaris pun masuk ke dalam ruangan.
“Hari ini anda memiliki jadwal untuk
hipnote….” belom selesai berbicara Dion memotongnya.
“Stop! (menghela napas) tidak ada
yang lain?” tanyanya.
“Tidak ada Pak.”
“Oke. Kau boleh pergi.” Dion
menyuruh.
“Baik pak (merunduk).”
Dion
membuka laci mejanya untuk menaruh sebuah kunci. Ketika laci itu terbuka, di
dalam laci tersebut terdapat sebuah buku berwarna coklat dengan huruf X. Lekas
Dion menutupnya kembali dan segera berjalan keluar dari ruang kantornya.
***
Di
ruang otopsi, Dina diam berdiri melihat proses pengotopsian dari luar yang
dibatasi dengan tembok kaca yang besar. Disitu Dina berpikir ada apa dengan
huruf X? Apakah mungkin sayatan X itu sengaja ditinggalkan oleh pelaku agar pihak
kepolisian mencarinya lebih mudah? Tapi buat apa dia membunuh orang dengan
meninggalkan jejak seperti itu? Ini seperti sedang mempermainkan kita! Siapa
Mr. X itu?
Ketika
sedang berpikir, seniornya pun datang.
“Bagaimana? Apakah sudah ada hasil?”
kata Ketua Tim.
“Belum.” jawabnya.
“Hei, tadi kau ini kenapa? Apa yang
salah denganmu? Kejar-kejaran di jalan raya, kita sudah seperti berada di
balapan sirquit. Hahaha.” kata Gosa sambil tertawa dengan gaya koyolnya. Dan
langsung terdiam ketika Ketua Tim menatapinya.
“Maaf.” kata Gosa.
“Hm Ketua Tim, apakah kau punya
catatan tentang korban pembunuhan?” tanya Dina.
“Ada. Kenapa?” tanyanya.
“Bisakah ku melihatnya?”
“Untuk apa?”
“Untuk.. hm.. Hanya ku ingin melihat saja. Untuk
mempelajari kasus ini pasti memiliki kemiripan hampir sama dengan kasus yang
lalu.” jelasnya.
Ketua
Tim pun mengeluarkan sebuah buku besar yang berisikan data-data korban
pembunuhan. Dina, Gosa, Rafi serta Frans melihat data-data tersebut secara
rinci. Satu persatu lembar data di buka. Ketika lembar ke 21, Dina
memberhentikannya.
“Kenapa kau memberhentikannya?” kata Gosa yang berusaha
untuk melanjutkannya tapi ditahan oleh Dina.
Ternyata
Dina melihat foto korban yang memiliki tanda X di lehernya dan melihat data
tersebut korban telah meninggal pada 31 Maret 2015.
“31 Maret 2015?” kata Dina bersuara kecil.
Kemudian
Dina melanjutkan membuka lembar data selanjutnya. Ketika itu ia berhenti lagi
dan melihat korban dengan sayatan yang sama. Meninggal pada 04 April 2015.
Kemudian melanjutkannya lagi dengan meletakkan buku tersebut berada di
hadapannya, tidak memperdulikan seniornya yang sedang melihatnya bersama-sama.
Dina pun melihat tanda yang sama pada korban yang berbeda, meninggal pada 08
April 2015. Kemudian tanggal 12 April 2015. Selanjutnya pada tanggal 16 April
2015, dimana tanggal tersebut adalah tanggal korban yang sedang berada di ruang
otopsi saat ini.
“Tidak mungkin.” kata Dina sambil
menutup mulutnya dengan tangannya.
“Ada apa? Hoh?” tanya Ketua Tim
panik.
“Hei, junior ada apa?” kata Gosa.
“Apakah kau baik-baik saja?” Rafi
bertanya.
Kemudian
Dina pun menjelaskan kepada mereka;
“Bisakah kalian lihat
tanggal-tanggal pembunuhan yang terjadi secara berturut-turut? 31 Maret 2015,
04 April 2015, 08 April 2015, 12 April 2015 dan sekarang 16 April 2015?” jelas
Dina.
“Ya aku melihatnya. Apa yang salah
dengan tanggal itu?” tanya Ketua Tim.
“Maksudmu tanggal lah yang membunuh
mereka? Gitu?” ledek Gosa.
“Ya.” jawab Dina.
(Gosa kaget ia berniat hanya meledek
saja namun Dina mengiyakan)
“Maksudmu?” tanya Rafi.
“Dari setiap tanggal itu. Jika kita
hitung, ia memulai aksinya pada akhir maret, kemudian empat hari kemudian ia
memulai aksinya kembali, begitu juga seterusnya. Itu tandanya ia melakukan pembunuhan
berantai setiap empat hari sekali dimulai pada tanggal 31 maret, tapi sebelum
dia melakukan pembunuhan pada tanggal tersebut, berarti ia telah menyiapkan
rencananya empat hari yang lalu dan jatuh pada tanggal 28 maret. Dan tepat pada
hari ini kita menemukan korban pembunuhan yang terhitung empat hari setelah ia membunuh
korban pada tanggal 12 April 2015.” Dina menjelaskan.
(Senior terdiam mendengar penjelasan
Dina)
“Hei. Bisa saja ini sebuah
kebetulan.” kata Rafi.
“Kau benar.” Lanjut Gosa.
“Tidak. Menurutku ini tidak sebuah
kebetulan. Ini adalah pembunuhan berantai yang telah terencana oleh pelaku.”
tegas Dina.
“Bagaimana kau tahu?” tanya Frans.
“X. Di semua leher korban terdapat
tanda X yang meninggal pada tanggal tersebut.” jelas Dina.
“Jadi maksud kamu, dia dengan
sengaja meninggalkan tanda seperti ini agar kita dengan mudah mencari dia yang
entah siapa itu dia?” tanya Rafi.
“Yap.” kata Dina sambil membunyikan
jarinya menandakan bahwa itu benar.
“Dalam motif apa ia melakukan
pembunuhan seperti ini.” Rafi bertanya-tanya.
“Wah, bagaimana bisa kau sepintar
ini. Pasti ini berkat senior mu seperti ku yang membantu mu begitu keras.” kata
Gosa.
(Frans hanya menatap Dina diam)
***
Di
sebuah gedung SIMA Group, terlihat pegawai yang bekerja disana sangat kebingungan
dan mondar-mandir karena mengetahui bahwa file penting yang dimiliki perusahaan itu
telah hilang dan mereka berusaha menemukannya tetapi tidak berhasil ditemukan. Di saat yang
bersamaan CEO Dion tiba. Ia mendapat panggilan dari sekretarisnya bahwa file
yang berisikan data rencana penjualan dan anggaran akhir tahun ini telah
hilang.
“Bagaimana bisa hilang?” kata Dion
panik.
“Pegawai yang bertugas menjaga ruang
penyimpanan juga tidak mengetahui hal ini. Mereka baru menyadari pagi tadi.”
jelas Sekretaris Joe.
Mendengar
penjelasan itu Dion segera berlari menuju ruang keamanan untuk mengecek CCTV
yang terdapat ruang penyimpanan tersebut.
“Apakah ada yang mencurigakan?” kata
Dion berbicara kepada petugas keamanan.
“Tidak ada pak. Tapi… ada yang
aneh.” kata salah satu seorang petugas.
“Aneh kenapa? Apa maksudmu?” kata
Dion kesal.
“Salah satu CCTV ini sepertinya
tidak lengkap. Pada pukul 03:15 sampai 03:50 tiba-tiba menghilang. Sepertinya
pelaku sengaja menghapus CCTV dibagian ketika ia sedang mencuri file tersebut.”
jelasnya.
“Maksudmu file itu dicuri?” tanya
Sekretaris Joe.
“Iya.”
(Dion menghela napas)
“Segera panggil pegawai yang
bertugas di ruang penyimpanan ke ruangan ku.” kata Dion.
“Baik pak.” Sekretaris Joe menjawab.
Dion
segera menuju ke ruang kantornya. Disana ia mengeluarkan semua emosional nya.
Vas bunga kesayangannya pun hancur dibanting olehnya. Semua pegawai yang berada
di luar mendengar pecahan tersebut itu pun langsung ketakutan melihat bos nya
bersikap menakutkan seperti monster. Sekretaris Joe tiba bersama salah satu
pegawai yang bertanggung memegang kunci ruang penyimpanan.
“Apa saja yang kau lakukan sampai
tidak becus mengurus satu ruangan saja? Hah? Jawab!” kata Dion marah.
(Pegawai tegang) “Maafkan saya pak.
Tapi saya berani bersumpah kalau bukan saya pelakunya.” Katanya.
“Sekarang, bukan saatnya kau berkata
seperti itu. Apakah kau tahu seberapa penting file itu? File itu masa depan
perusahaan ini. Perencanaan bahkan data anggaran pun hilang dicuri oleh oknum
yang tidak bertanggung jawab. Apa yang akan kau lakukan dengan itu semua?” Dion
kesal.
“Maafkan saya pak. Maafkan saya.”
Katanya sambil merunduk.
“Hentikan. Saya beri waktu sampai
besok pagi surat pengunduran diri anda sudah harus ada di meja saya. Sekretaris
Joe segera hubungi kepolisian untuk menyelidiki kasus ini.” Kata Dion.
***
Di
tempat yang sepi dan gelap. Pegawai yang baru saja keluar dari ruangan Dion
ternyata menemui seorang pria yang berpakaian jas hitam dan pria itu memberikan
sebuah amplop kepada pegawai sambil berkata; “Kerja yang bagus. Kau tidak usah
khawatir, saya akan bertanggung jawab atas pekerjaanmu”
***
Beberapa
orang detektif mendatangi sebuah gedung SIMA atas laporan yang ia terima dengan
kasus pencurian. CEO Dion dan Sekretaris Joe yang menyambut kedatangan mereka
mengharapkan kerja samanya untuk menyelidiki kasus pencurian ini karena barang
yang hilang bukan sekedar barang biasa. Frans, Rafi dan Gosa mengatakan mereka
akan berusaha untuk menemukan pelakunya. Di saat pembicaraan sedang serius,
tiba-tiba Dina datang sambil berlari dengan napas terengas-engas.
“Maaf saya telat.” Katanya.
“Hei junior, apakah kau tiap malam
selalu berjaga hantu dirumahmu? Sampai kau tidak punya waktu untuk tidur?
Astaga selalu saja.” Gosa berkata.
“Tak hanya berjaga, aku juga
minum-minum dengannya.” Jawab Dina meledek.
“Isshh…” Gosa kesal dan Rafi tertawa
kecil.
Dua
mata saling melihat;
“Kau (sambil menunjuk)” kata Dion
dan Dina.
“Apa yang kau lakukan disini?” kata
Dion.
“Apa yang kau lakukan disini?” kata
Dina.
“Ka, apakah dia penjahatnya? Kalau
begitu ayo kita bawa ke kantor saja.” Dian menambahkan sambil menarik-narik
baju Dion.
“Hei hei. Kau menyentuh baju ku
(sambil membersihkan dengan tangan). Kau jangan sembarangan bicara ya.” Jawab
Dion.
“Trus apa yang kau lakukan disini?
Ah atau jangan-jangan kau menyerahkan diri kepada mereka dengan kasus tabrak
lari yang kau lakukan padaku beberapa waktu yang lalu. Iya kan?” Kata Dina
teriak.
(Mereka yang mendengar pernyataan
Dina pun terdiam dan menatap Dion tajam)
(Dion tegang dan melihat wajah
sekretarisnya yang juga ikutan melotot ke dirinya namun Dion melototi balik)
“Maaf pak.” kata Sekretaris Joe.
“Hahaha. Tabrak lari? Aku pikir kau
salah mengenal orang, mana mungkin aku seperti itu. Hahaha.” Kata Dion sambil
memaling-malingkan wajahnya dan membuat mereka berhenti menatap kepadanya.
“Betul. Mana mungkin orang seperti
dia melakukan kejahatan seperti itu.” sambung Gosa.
“Kalian tidak percaya pada juniormu
ini? Luka yang kalian lihat di lenganku itu ulah dia (menunjuk).” Dina Gerang.
(Semua orang terdiam lagi dan
mencurigai Dion, kemudian Dion menarik Dian untuk berbicara empat mata)
“Apa yang kau bicarakan?” kata Dion.
“Kenapa? Kau takut? Haha benar kau
takut. Kelihatan dari wajahmu sangat ketakutan.” Jawab Dina tertawa geli.
(Sementara Frans, Rafi, Gosa dan
Sekretaris Joe penasaran dan berusaha untuk menguping)
“Kau mau apa? Uang? Berapa banyak
uang aku harus ganti rugi?” tanya Dion.
(mendengar itu Dina diam sinis)
“Apakah orang berduit selalu bertingkah seperti ini? Bahkan uang pun bisa
membeli kejahatan yang dia lakukan untuk menutupinya. Luar biasa.” Dian
menjawab.
“Trus kau mau apa?” tanyanya
kembali.
“Permintaan maaf. Aku hanya ingin
kau meminta ma…” belum selesai bicaranya, Dian terhenti ketika ia melihat sebuah
kalung yang melingkar di leher Dion berbentuk huruf X. Huruf yang sama persis
seperti tanda yang selama ini terdapat pada korban pembunuhan.
“Hei hei.. Kau kenapa?” kata Dion
sambil melambaikan tangannya ke wajah Dina yang bengong.
“Hah? Tidak. Tidak apa-apa. Lupakan
saja.” Jawab Dina lekas pergi ke rekan kerjanya berkumpul.
(Mereka yang menguping berpura-pura
sedang mengobrol)
“Ayo kita pergi ka.” kata Dian
sambil berjalan cepat keluar dari gedung perusahaan.
“Terima kasih kami akan memberi
kabar ke kalian.” kata Ketua Tim kepada Sekretaris Joe.
“Baik. Terima kasih banyak.”
Jawabnya.
***
Di
perjalanan dalam mobil, Dina berpikir masih tak percaya bahwa kliennya itu
memiliki tanda X pada kalungnya. Dia sempat berpikir apakah laki-laki itu
pelakunya? Tapi buat apa orang kaya raya membunuh orang? Sangat tidak masuk
akal. Senior nya yang melihat sikap Dian sangat takut karena setiap melihat
wajahnya, matanya melotot.
“Hei junior, ada apa? Wajahmu sangat
me-menakutkan.” kata Gosa pelan.
(Ketua Tim melihat Dian dari kaca
yang menghubungkan ke arah bangku belakang)
“Kau baik-baik saja?” sahut Rafi.
“Tidak mungkin. Tidak mungkin dia.
Tapi kenapa…” Dian berbicara sendiri.
“Apakah dia tidak minum obat
semalam?” kata Gosa berbicara kepada Rafi.
“Apa yang kau lihat dari Pak Dion
tadi? Ketika kau sedang berbicara berdua padanya?” Ketua Tim bertanya dan
langsung menyadarkan Dian dari pikirannya.
“Tidak aku tidak lihat apa-apa. Hum
Ketua Tim, turunkan aku di depan sana. Mendadak aku punya urusan penting.”
katanya.
“Baiklah.”
“Hei mau pergi kemana kau? Kita
punya pekerjaan penting.” kata Gosa kesal.
“Aku akan menyusul kalian ke kantor.
Tenang saja.” Jawab Dina dan langsung berlari ke arah belakang dari turunnya
mobil.
(Mobil pun jalan kembali dan Ketua
Tim melirik kepergian Dina dari kaca spion dengan wajah datar)
“Lihat jalan ke depan ketua tim.”
kata Rafi.
“Oh ya. Maaf.” Jawabnya.
***
Dina
berlari kencang dan masih memikirkan kalung yang dipakai Dion. Ternyata ia
kembali ke rumahnya untuk melihat apakah tanda tersebut sama atau tidak seperti
jejak pelaku. Ia membuka lemari dan mengambil sebuah gelang bertanda X. Dengan
cermat ia mengamati huruf tersebut dan ternyata pemikirannya benar. Tanda
tersebut sama seperti jejak pelaku dan kalung yang dikenakan oleh Dion. Dina
memasang wajah tak percaya. Tetapi ia tidak boleh mencurigai tanpa bukti yang
kuat. Hanya sebuah tanda yang sama yang ia miliki bukan berarti ia pelakunya.
Ini hanya sebuah kebetulan. Begitu pikirnya.
***
Di
sebuah rumah yang besar, di dalam ruang kerja, Dion sedang duduk termenung
sambil memikirkan sikap wanita detektif tadi yang tiba-tiba saja terdiam
setelah melihat sesuatu dari dirinya. Dengan cepat tanggap Dion menyadari dan
langsung memegang kalung di lehernya itu. Ia segera membuka laci dan mengambil
sebuah buku X berwarna coklat itu. Dia pun perlahan membuka buku tersebut.
Ternyata buku tersebut berisi daftar orang-orang yang di bunuh dan data
tersebut sama seperti data yang dimiliki oleh pihak kepolisian bagian detektif.
Pada lembar kertas terakhir ada sebuah tulisan bertuliskan, “Gunakan pedangmu jangan hanya kau sembunyikan.
31 days 7 Xtion.”
“Apakah dia tahu sesuatu?” gumamnya.
~To Be Contined Part Two~
No comments:
Post a Comment