Monday, 31 August 2015

(CERBUNG) 31 DAYS 7 Xtion Part Three

*PART THREE*
Masih memegang erat pundak Dina. Dina merasa sangat ketakutan jika hal mengerikan akan terjadi pada dirinya. Sekilas ia mengingat perkataan nenek tua tadi pagi bahwa dia akan mengalami masa-masa buruk. Apalagi ini salah satunya? Dina segera mengambil ponsel nya untuk menghubungi rekan kerjanya, namun tidak ada. Ia baru sadar bahwa ponselnya hilang.
            “Kenapa kamu tidak jawab?” kata Dion.
            “Jawab apa?” jawab Dina terbata-bata.
            “Kenapa kau bisa memiliki gelang ini (sambil menunjukkan gelangnya).”
            “Hah? Itu… itu….”
            “Itu apa?”
            (Wajah Dina tegang) “Aku menemukan gelang itu… saat…. pada korban. Ah bukan bukan, gelang itu aku temukan di samping tubuh korban yang meninggal pada 12 april lalu. Puas?” jawaban Dina melepaskan tangan Dion dari pundaknya dan Dina merasa kesakitan.
            (Dion terdiam sejenak)
            “Ada apa? Hoh? Ada yang salah? Kenapa wajahmu seperti itu? Setidaknya ngomong sesuatu kek.” kata Dina.
Kemudian Dion mengajak Dina untuk duduk di kursi tamu. Mereka berdua memulai pembicaraan serius.
            “Apa yang kamu pikirkan tentang gelang itu?” tanya Dion.
            “Pembunuh.”
            “Kamu yakin itu miliknya?”
            (Dina mengangguk)
            “Kamu pikir itu milikku? Dan aku pembunuhnya?” tanya Dion lagi.
            “I—ya.” jawab Dina sambil menggeser menjauh dari Dion.
            (Dion tertawa kecil) “Gila.”

Kemudian Dion bangkit dari duduknya dan mengambil buku X dari laci mejanya. Dion pun membuka buku tersebut dan terdapat kalung X di dalamnya. Itu membuat Dina kaget. Dion membuka lembar demi lembar buku tersebut sambil memperlihatkannya ke Dina. Betapa terkejutnya bahwa buku tersebut berisikan data korban yang dibunuh sama dengan data pembunuhan yang dimiliki oleh pihak kepolisian.
            “Astaga. Ini semua…. Waw…” kata Dina sambil menatap Dion.
            “Aku memiliki ini sejak sebulan yang lalu. Awalnya aku kira ini hanya sebuah catatan kosong. Tapi ternyata di dalamnya berisikan nama-nama orang dari keluargaku. Dan nama-nama tersebut telah meninggal dunia. Salah satunya ayahku.” Dion menjelaskan.
Dina yang mendengar hal itu sedikit tersentuh, bahwa ayahnya menjadi salah satu korban pembunuhan berantai. Itu tandanya bukan Dion lah pelakunya. Tidak mungkin anak membunuh ayah kandungnya sendiri. Pikir Dina.
            “Ayah mu?”
            “Ya. Ayahku meninggal pada 12 April 2015. Dan kematiannya sangatlah tidak masuk akal. Awalnya kesehatan ayahku baik-baik saja. Dia rajin berolahraga bahkan memakan makanan yang sehat. Tetapi tiba-tiba aku mendapat kabar bahwa ayahku sudah berada di ruang UGD dan meninggal di lokasi kejadian. Aku juga tidak mengerti lokasi kejadian itu dimana. Kamu, kamu bilang nemuin gelang itu pada korban 12 april? Itu ayahku. Dimana tempat itu?” tanya Dion.
            “Korban itu ayah kamu? Kejadian itu juga masih dalam penyelidikan sebenarnya. Tapi sudah ditutup tanpa alasan yang jelas. Ketua tim bilang keluarga korban sudah menutup kasus itu, dan aku juga baru tahu kalau kamu salah satu keluarganya.” jelas Dina.
            “Keluarganya yang meminta? Hanya ada aku dan abangku? Mungkinkah abangku yang meminta menutupnya?” tanya Dion sambil berpikir.
            “Aku juga tidak tahu. Tapi saat aku menemukan mayat korban, tempatnya itu di pinggir sungai. Untuk memprediksi adanya kecelakaan tetapi tidak ada tanda-tanda pecahan kaca mobil atau sebagainya. Menurut perkiraanku, ayahmu di bunuh dan di buang ke tempat itu. Ada kemungkinan.” jelas Dina.
            “Dibunuh? Sama siapa?” kemudian Dion mengingat-ngingat kejadian dirumah sakit.

#Flashback
Suara denyut jantung seseorang yang sedang terbaring di ruang UGD telah berhenti. Dion pun menangisi kepergian sang ayah yang begitu cepat. Didampingi oleh sekretaris Joe dan beberapa orang dari pihak kepolisian untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Tak lama kemudian, Zidan datang berlarian. Zidan pun ikut hanyut dalam keharuan Dion.
            “Kenapa ayah saya bisa seperti ini?” tanya Zidan kepada polisi.
            “Kami juga sedang menyelidiki. Namun ada kemungkinan kasus ini adalah pembunuhan yang di sengaja Tuan.”
            “Pembunuhan sengaja? Siapa yang tega melakukan itu?” tanya Dion.
            “Bang, apakah ayah punya musuh? Setau ku tidak.” sambung Dion lagi.
Zidan pun memeluk Dion yang masih dalam tangis histerisnya. Namun ketika pelukan itu berlangsung, Dion berhenti menangis, melihat telapak tangannya berlumuran darah yang berasal dari jas milik Zidan.
            “Ini apa bang?” tanya Zidan melepaskan pelukannya.
            (Zidan terkejut) “Oh ini… tadi pas abang sedang menuju kesini ada kecelakaan mobil, jelas abang bantu mereka dan salah satu dari mereka ada anak kecil yang berlumuran darah jadi mungkin ini kena darah anak itu.” jelas Zidan.
            “Oh seperti itu.”
            “Yasudah abang ke kamar mandi dulu bersihin darah ini.”

Tak lama kemudian, dokter keluar dari ruangan dan menyatakan bahwa ayahnda telah meninggal dunia. Dion pun masuk ke ruangan tersebut melihat sang ayah untuk yang terakhir kalinya. Zidan pun muncul di ruangan itu. Berdiri tepat di samping Dion. Akhirnya mereka semua pun pergi untuk mengurusi pemakaman ayahnda. Namun sebuah kalung jatuh dari saku jas Zidan. Kalung tersebut dipungut oleh Dion dan dikantongi. Sesampainya dirumah, mereka berdua pergi ke kamarnya masing-masing. Namun Dion hendak masuk ke kamarnya, ia malah pergi ke kamar abangnya berniat untuk mengembalikkan kalung itu. Ketika masuk ke kamar Zidan, ternyata Zidan sedang mandi. Ia meletakkan kalung tersebut di atas meja kerjanya. Tapi ketika Dion hendak pergi, mata dia tertuju pada sebuah buku yang menarik perhatiannya. Buku tersebut terletak di bawah tempat tidur. Dion heran mengapa buku sebagus ini bisa ada dibawah tempat tidur? Apakah mungkin abang lupa menaruhnya? Pikirnya.

Ketika Dion berniat untuk mengambil dan mengembalikkan buku tersebut ke dalam rak buku, ia membuka sedikit halamannya. Dan hal itu membuat dirinya kaget karena melihat adanya data diri ayahnya meninggal. Tak hanya itu, ada beberapa juga nama orang yang telah meninggal. Dan nama tersebut adalah orang-orang dari keluarganya sendiri. Dion bertanya-tanya apa maksud dari buku ini? Ketika sedang fokus mengamati daftar tersebut, bunyi suara air shower berhenti. Zidan sedang mengeringkan tubuhnya. Dion panik. Kemudian ketika lembar berikutnya dia buka, ada sebuah gambar kalung dan gelang berlambangkan huruf X dan huruf X tersebut seperti sebuah pedang. Dion pun mengambil kembali kalung yang telah dikembalikannya itu. Tiba-tiba Zidan keluar dari bathroom sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. Ketika keluar, Zidan melotot melihat suasana kamarnya tidak seperti biasanya. Ia melihat sekeliling namun tidak ada orang. Ia mengambil pakaian di lemarinya. Berpakaian rapi mengenakan setelan jas berwarna coklat muda. Ketika sibuk berdandan, ponsel miliknya bordering.
            “Hallo.” jawab Zidan.
            “Tuan, semua sudah beres. Kasus ini telah ditutup.”
            “Baiklah. Terima kasih atas kerja kerasmu, Frans. Pastikan kasus kematian ayahku tidak diungkit lagi.” jawab Zidan.
Mendengar hal itu, Dion yang mengumpat di bawah kolong meja kerja Zidan terkejut. Mengapa kasus kematian ayahnya ditutup tanpa izin dirinya. Hal ini juga berlaku pada kematian om nya dulu. Bahkan sejak ibu nya meninggal dunia karena sakit, Zidan tidak menuntut pihak rumah sakit karena kesalahan prosedur obat yang diberikan kepada ibunya dan menyebabkan ibunya meninggal.
#FlashbackEnd
            “Apa yang kamu pikirkan tentang ceritaku?” tanya Dion kepada Dina.
            (Dina menarik napas) “Entahlah. Aku pikir kita mempunyai pikiran yang sama. Tapi aku tidak terlalu yakin karena belum ada bukti.”
            “Jika memang benar abangku. Aku merasa menyesal. Apa yang membuat pikirannya sekeji itu untuk melakukannya.”
            “Apakah abangmu tidak mencari-cari buku dan kalung ini?”
            “Tidak. Dia tidak sadar jika ini semua ada di tanganku. Detektif Dina, mau kah kau menolongku? Mencari tahu tentang abangku?”
            (Dina kaget) “Kamu serius ingin menyelidiki abang mu sendiri? Jika ini terus berlanjut akan terjadi perperangan antara kamu dengan kakakmu.”
            “Keputusan yang ku ambil ini sangat tepat. Aku rasa dia tidak bekerja sendiri melainkan bersama orang lain. Fra… Frins.. augh aku lupa siapa namanya. F.. Frans.. iya Frans. Kalau tidak salah abangku menyebut nama itu ketika di telfon.”
            “Frans? Frans? Mirip dengan nama ketua tim di tempat kerjaku. Tapi tidak mungkin dia? Seorang ketua tim detektif membantu seseorang untuk melakukan pembunuhan itu? Tapi Zidan, jika memang benar abang mu yang melakukan semua pembunuhan sayatan itu, buat apa abangmu membunuh sanak keluargamu seperti itu?” tanya Dina.
            “Aku juga tidak tahu. Tapi pasti ada sesuatu.”
***
Diruang kerja Zidan, dia sedang duduk berpikir sambil menggoyangkan jemari tangannya secara bergantian sehingga menghasilkan sebuah nada. Kemudian ia berkata, “Aku hanya membuatmu tidur supaya tidak berisik!”
#Flashback
Ketika karyawan yang mengundurkan diri keluar dari ruangan Dion, ia berjalan hendak meninggalkan perusahaan. Tanpa sadar ternyata ada seseorang yang mengikutinya dari belakang. Lama kelamaan, karyawan itu pun sadar. Dengan mengambil langkah cepat dan menaiki sebuah tangga tanpa ada seorang pun yang melintas. Pria bertopeng itu pun langsung mendekap karyawan wanita itu dengan sapu tangan dan menyeretnya ke sebuah gudang.
            “Kau sudah bekerja keras sayang.” kata pria misterius itu.
            (Wanita itu ketakutan)
            “Aku sudah melakukan semua yang pak Zidan suruh, anda mau apalagi?”
            “Saya? Hhmm? Apa ya? Saya hanya minta kamu menutup mulut, tetapi kamu malah bilang bahwa harus berhati-hati dengan direktur? Itu saya? Saya sakit hati. Kamu tidak menepati janji kamu, itu tandanya saya harus mengingkari janji saya untuk menyelamatkan kamu.”
            “Maksud Tuan apa?”
            “Jangan takut. Aku tidak akan membunuhmu. Aku hanya akan membuatmu tidur tenang selama-lamanya agar kamu tidak merasa takut. Tidak sakit kok.”
(Kemudian Zidan langsung menyuntikkan suntikan yang berisi cairan mematikan ke leher korban dan menaruh botol minuman di samping wanita itu, yang seolah-olah dia mati karena keracunan)
#FlashbackEnd
Kemudian seorang karyawan masuk memberitahu bahwa rapat dengan para pemegang saham akan segera dilaksanakan. Zidan bergegas kesana. Sesampainya disana, CEO Dion telah menduduki kursinya beserta dengan para pemegang saham yang sudah menunggu Zidan sedari tadi.
            “Maafkan saya karena terlambat.” kata Zidan.
            “Baiklah saya akan memulainya. Selamat siang. Terima kasih telah meluangkan waktu anda untuk hadir dalam rapat ini yang akan membicarakan data anggaran dan penjualan tahun ini. Sebelumnya… saya ingin meminta maaf, bahwa data tersebut telah hilang.” jelas Dion.
            “Apa?”
            “Apa maksudmu?”
            “Itu sangat penting untuk kami mengetahui keuntungan yang kami dapat.”
“Bagaimana bisa?” para pemegang saham berkomentar.
“Saya meminta maaf mewakili karyawan saya yang telah lalai mengurus hal itu.” kata Dion sambil membungkukan badannya.
(Zidan tersenyum)
“Bagaimana bisa kamu mengucapkan maaf seperti itu, jelas ini salahmu bukan karyawanmu. Jika saja kamu memperhatikannya lebih baik tidak akan terjadi seperti itu.”
“Semenjak perusahaan ini dibawah naunganmu tidak ada yang beres. Hal tak terduga terus saja terjadi. Ketika ayahmu memberikan semua sahamnya kepadamu, kamu tidak bisa menjaganya justru malah mengacaukannya. Bagaimana nasib perusahaan ini? Berita kematian salah satu karyawan pun sudah terekspos. Membuat investor jadi enggan menaruh sahamnya kepada kita.”
“Cukup Pak. Berikan adik saya waktu untuk menjelaskannya. Ini sepenuhnya bukan salah dia. Tapi ini salah kita semua, kenapa kita hanya harus mengandalkan satu orang jika orang lain juga bisa kita andalkan.” sahut Zidan dengan senyuman sambil melirik Dion.
(Dion hanya menatapi abang nya itu)
“Maksud pak Zidan kita harus memilih CEO yang baru?” kata seorang pemegang saham.
“Saya tahu anda paham.” jawab Zidan.
“Tidak bisa begitu pak. Saya baru beberapa hari duduk di kursi ini dan belum waktunya saya berdiri dari kursi ini. Harus sesuai dengan perjanjian kontrak.” sambung Dion.
“Perjanjian itu bisa berakhir ketika orang yang menandatangani perjanjian itu tidak memenuhi isi perjanjian itu. Dan anda tidak bisa memenuhinya.”
(Dion menghelas napas)
(Zidan hanya menonton perdebatan itu dengan senyum)
Rapat pun selesai.
***
Di kantor kepolisian, Dina terlihat diam memikirkan sesuatu. Ya! Dia memikirkan tawaran yang ditawarkan oleh Dion untuk bekerja sama menuntaskan kasus pembunuhan yang terjadi olehnya. Sesekali, Ia sempat kepikiran Ketua Tim. Apakah yang dimaksud dengan Dion itu benar Frans Ketua Tim? Kemudian dia juga mengingat-ngingat ekspresi Frans ketika Dina sedang mengajaknya berbicara dengan rekan yang lain mengenai gelang X yang diduga milik pelaku. Ketua Tim memilih pergi dari ruangan itu. Tiba-tiba Gosa dan Rafi menepuk pundak Dina, membuat dirinya terbangun dari lamunannya.
            “Lagi mikirin apa sih?” kata Rafi.
            “Oh. Gak. Gak lagi mikirin apa-apa.”
            “Ohiya, ada berita terbaru dari tim forensic. Kematian wanita dari perusahaan SIMA itu benar-benar keracunan. Di dalam minuman itu ada soda-soda yang membuatnya tidur dan melumpuhkan semua organ tubuhnya. Sebenarnya wanita itu bisa diselamatkan jika ditemukan satu jam setelah dia meminum dan dibawa kerumah sakit. Tetapi wanita itu justru ditemukan tiga jam kemudian.” jelas Rafi.
            “Tidak beruntung bagi dirinya.” sambung Gosa.
            “Tunggu.. jika memang benar dia keracunan akibat minuman itu, kita bisa mendatangi pabrik minuman itu untuk dimintai keterangan.”
            “Percuma. Minuman itu tidak terdaftar dalam produk apapun di Indonesia.” sahut Rafi.
            “Hanya ada satu di dunia.” sambung Gosa.
            “Ini aneh. Jika memang hanya satu di dunia, dari mana dia mendapatkan minuman itu?” tanya Dina.
            “Augh aku lapar. Kita makan yuk. Hhmm.. mie ayam gimana? Sepertinya enak.” ajak Gosa.
            “Setuju. Wah aku ingin yang pedes-pedes.” sambung Rafi.
            “Setuju. Aku ingin es campur, untuk mendinginkan pikiranku.” kata Dina.
Akhirnya mereka pun pergi meninggalkan kantor untuk makan. Ketika sudah berjalan sampai lobbi, mereka bertemu dengan Zidan.
            “Selamat siang pak. Wah ada keperluan apa anda datang kemari?” tanya Gosa.
            “Saya ingin menemui Ketua Tim. Apakah dia ada di ruangannya?” jawab Zidan.
            “Dia ada diruangannya pak.” jawab Rafi.
Zidan pun pamit pergi menuju ruangan Frans. Disaat seperti itu, Dina meraba-raba kantongnya ternyata ponselnya tidak ada.
            “Ada apa junior?” kata Gosa.
            “Ponsel ku tidak ada. Coba aku lihat ke meja ku dulu. Augh, aku tidak ingin kehilangan ponsel ku untuk yang kedua kalinya. Kalian duluan saja, nanti aku nyusul.” kata Dina.
            “Okay.”
Dina pun kembali ke mejanya dan melihat suasana kantor tidak ada orang satu pun;
            “Ketemu! Syukurlah.”

Ketika Dina hendak pergi meninggalkan ruang kerjanya, Dina mendengar suara percakapan serius yang berasal dari ruangan ketua tim. Ternyata disana ada Zidan dan Frans. Dina pun mengambil kesempatan ini untuk menguping, apakah benar mereka berdua saling berhubungan.

            “Aku sangat senang sekali. Akhirnya aku bisa membuat adikku berlutut. Aku sudah muak dengan gaya dia yang sombong, sok memimpin perusahaan. Akhirnya, sebentar lagi perusahaan itu akan jatuh ketanganku. Haha.” kata Zidan.
            “Kerja bagus Tuan. Saya sangat beruntung bertemu dengan orang sebaik anda. Jika saja anda tidak muncul waktu itu, ketika ibu saya sedang dalam keadaan sekarat dan memberikan sejumlah uang untuk operasi, ibu saya tidak akan hidup sampai sekarang. Terima kasih.”
            “Tidak perlu mengucapkan terima kasih sekarang. Saya hanya butuh orang yang bisa berada disamping saya tanpa pengkhianatan. Saya benci pengkhianatan. Itu sebabnya karyawan wanita di perusahaan saya mati.”
            “Jadi, anda yang membunuhnya?”
            “Tidak. Saya tidak membunuhnya. Saya hanya membuatnya tidur, karena dia sangat berisik. Saya tidak suka itu.”
Dina yang menguping dari balik pintu sangat terkejut. Dengan mulut yang ditutup dengan kedua tangannya sambil bergemetar, tidak menyangka bahwa ia mendengar pernyataan itu langsung dari pembunuhnya. Kemudian buru-buru Dina mengambil handphone untuk merekan semua percakapan mereka.
            “Lantas, atas tujuan apa anda kemari Tuan?” tanya Frans.
            “Hm. Saat ini aku sedang tidak nyaman dengan adikku. Dia membuatku gerah. Apakah kamu tau kalung milikku ada dengan siapa? Dengan adikku. Dia mengambil kalung dan buku X dari kamarku.”
#Flashback
Ketika Zidan keluar dari kamar mandi, ternyata ia melihat dari kaca yang berada didepannya bahwa adiknya sedang mengumpat di bawah kolong meja sambil memeluk sebuah buku dan kalung miliknya.
#FlashbackEnd
            “Anda ingin melakukan apa?” tanya Frans.
            “Karena dia sudah membuka pedangnya, aku harus menggunakannya. Tapi bukan aku yang melakukannya, tapi kau.” kata Zidan. “Jangan sampai dia mati, hanya perlu menggoresnya sedikit untuk tidak ikut campur dengan kasus seperti ini. Jika dia membantah, terpaksa aku harus membunuhnya.”
            “Apakah anda yakin?”
            “Ya. Uhm dan satu lagi, kamu bilang gelang milikmu ada pada wanita detektif itu? Saya yakin dia juga diam-diam mencari tahu tentang X. Aku pikir, kita juga perlu sedikit menggores anak itu juga.”
Mendengar hal itu, Dina semakin gemetaran. Tangan sampai kaki pun tidak bisa bergerak. Dina mulai khawatir bahwa ia benar-benar akan dibunuh. Hingga pada akhirnya, ponsel yang sedang merekam itu pun jatuh dari genggaman Dina. Dina panik, berusaha untuk mengambil kembali ponselnya. Ia memilih untuk pergi namun dirinya menabrak tong sampah yang mengakibatkan Frans dan Zidan berhenti dari percakapannya akibat suara yang kencang dan membangunkan dirinya dari kursinya bergegas keluar dari ruangan. Ketika Frans membuka pintu………… jreng…….!!!

~To Be Continued Part Four~
Apa yang akan dilakukan oleh Zidan dan Frans terhadap Dina?

No comments:

Post a Comment